menatap jalan setapak, bertanya-tanya sampai kapankah berakhir? (mahameru, dewa 19)
untuk pertama kalinya dalam perjalanan mendaki gunung, kalimat ini terucap, “sudahlah, ayo turun saja”.
berdiri di batas vegetasi sambil diterpa suhu yang tak terduga ekstrim dingin serta sisa waktu yang tidak bersahabat, ketinggian 3060mdpl menjadi pencapaian tertinggi pagi itu, di hari ke-2 pendakian. sekitar setengah jam kemudian, dalam perjalanan turun menuju tenda, matahari mulai hadir menghangatkan badan dan membakar semangat untuk mencoba lagi.
kalimati, 2689mdpl, menjadi kompleks perumahan sementara untuk ratusan pendaki dalam beberapa hari itu. terlepas dari kondisi luasan dataran yang bisa menampung ratusan tenda, tak jauh dari situ (700m garis lurus) juga ada mata air yang cukup deras mengalir dari celah bebatuan, berlebihan cukup untuk menyokong kebutuhan minum, makan, masak, cuci, dan e’e bahkan ngepel2 tenda dan siram2 debu di halaman tenda.
sore itu, beristirahat dalam tenda sambil mengingat kembali perjalanan panjang dari salatiga sampai di kawasan TNBTS. sangat beruntung masih mendapat 2 kursi kosong walau untuk 3 orang dari terminal solo, dalam bis malam terakhir menuju malang malam itu jam 2200, rabu 28 mei. awalnya rencana perjalanan ber-5, dengan agenda menyaingi ketat 5cm. entah bagaimana akhirnya hanya 4 orang yang positif berangkat, maka jadilah grup 4 inchi. tepat 3 jam sebelum berangkat, berhalanganlah 1 lagi sehingga tersisa 3 saja, 3 mili sajaa cukup. bersama dengan angkit dari salatiga jam 1900 untuk berjumpa rian di solo. kamis 29 mei, sekitar 0500 tiba di terminal bis malang, disambut pisang goreng untuk sarapan ditemani teh panas sambil menunggu angkot putih berangkat.
tumpang, jam 0730, duduk gembel di pinggir jalan mencari angkutan menuju ranupani, entah truk entah jeep, setelah perjalanan sekitar 30 menit. beristirahat, bahkan mandi2 dan pup2 dulu di a-mart sebrang jalan. aturan yang baru berlaku, jeep dan truk tidak lagi mengambil penumpang di tumpang, hanya menunggu di rest area yang bisa dicapai dengan angkot biru, baru diketahui setelah bicara2 dengan sopir/kenek di terminal situ. langsung saja, mencari 3 pendaki lain dan menuju rest area untuk bergabung bersama dalam angkot yang minta minimal 6 orang.
matahari mulai terang saat itu, bersama dengan 12 pendaki lain, jam 1010, bergabung dalam truk dan berayun-ayun di atas jalan meninggalkan rest area. suguhan pemandangan penggugah selera mulai disajikan. sesekali berjumpa dengan jeep dari arah berlawanan mengantarkan pendaki yang sudah selesai menunaikan hajat di atas gunung. terlihat wajah2 suram dan tubuh tanpa cukup energi tersisa. sebegitukah?
ranupani, 2129mdpl, desa berpenghuni tertinggi di asia tenggara (katanya) dipenuhi pendaki, maklum hari libur. saking banyaknya, jam 12 loket pendaftaran sudah ditutup karena kuota 500 orang perhari sudah penuh, sehingga semua pendaki yang ada hanya bisa menunggu untuk mendaki di hari berikut. setelah makan siang jam 1359, sepakat untuk bertenda di danau ranuregulo malam itu, pemandangan manis membuai dengan suhu minimal mencapai -10 C, sungguh menantang.
ditemani anak2 dengan bakat alam mereka memainkan kulitbundar di tepian danau terhimpit bukit cantik. bersama dengan pendaki lain menikmati alam yang tak habis dibagi banyak, tak puas dipandangi, tak tergambarkan dengan kata-kata.
jilid i -Â jilid ii -Â jilid iii – jilid iv – album foto